Tanpa Sadar, Aku Menolongnya Hidup
Semasa duduk di Sekolah Menengah Atas, aku pernah mempunyai pengalaman yang mengesankan dengan seorang teman bernama Ridwan (bukan nama sebenarnya). Sebenarnya aku dan Ridwan bukanlah teman karib, tapi ada satu peristiwa yang menjadikan kami dekat sampai sekarang.
Aku masih ingat betul barang apa saja yang tercecer dari plastik tersebut. Ada obat serangga, tali, dan beberapa barang lain yang dibawa pemuda itu. Setelah terkumpul, ia akhirnya sudah masuk ke dalam tas plastiknya lagi. Aku juga melihat kaki pemuda itu terluka karena jatuh tadi, maka aku pun memintanya mampir sebentar agar lukanya bisa diobati.
Pemuda itu pun menyetujuinya dan kami berdua akhirnya masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah, aku akhirnya membuka percakapan dengan pemuda itu, yang akhirnya kuketahui bernama Ridwan. Lama sekali kami berbincang sehingga kami menjadi akrab dalam sekejap. Mungkin karena umur kami juga tidak berselisih jauh. Aku dan Ridwan berbicara tentang sekolah, hobi, guru, dan hal-hal lain yang biasa diceritakan remaja SMA. Semenjak peristiwa itu, aku dan Ridwan menjadi dekat dan bersahabat baik.
Hal ini semakin menambah keakraban kami. Kami menjadi semakin dekat dan dekat. Meski beda jurusan, namun kami mengontrak di rumah yang sama dan selalu meluangkan waktu untuk berbincang, termasuk berbagi masalah pribadi alias masalah pacar. Walau akrab, bukan berarti tidak ada ribut-ribut kecil yang mengiringi perjalanan persahabatan kami.
Namanya orang hidup, tentu ada masalah yang dihadapi, namun kami berhasil melaluinya dengan baik sehingga persahabatan kami tak pernah tertanggu.
Hingga akhirnya, kami pun lulus di tahun yang sama. Beberapa hari sebelum wisuda Ridwan menemuiku, seperti biasa kami saling mengobrol ngalur ngidul seolah akan segera berpisah dan tidak bertemu lagi. Lebay memang, tetapi begitulah bila aku punya seorang sahabat karib.
“Hey, Rafi, “Tahukah kamu bahwa jika kamu tidak menolongku dulu, mungkin selamanya aku tidak akan kenal denganmu. Kamu memang sahabat terbaikku.” tutur Ridwan padaku.
“Haha, biasa ajalah. Memangnya kenapa?” aku balas bertanya.
“Maaf, jika aku tidak pernah bercerita tentang ini. Masa-masa pertemuan awal kita dulu adalah masa-masa kritis dalam hidupku.” Ridwan mulai bercerita.
Aku merasa tidak sendiri lagi waktu itu. Aku melihat ada harapan. Canda dan sikapmu membuatku membatalkan niat bunuh diriku. Thanks, bro! entah sadar atau tidak, engkau sudah menyelamatkan nyawaku.” demikian kejujuran Ridwan.
“Astaga! Jadi obat serangga dan tali itu? Untuk bunuh diri?” Aku memandangnya tak percaya.
Ridwan mengangguk. “Tapi itu semua tidak terjadi. Tuhan menolongku lewat tanganmu. Terima kasih sekali lagi, sahabat,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Ia memelukku erat sekali.
. . . . Sumber: entahlah. waktu saia copas dari blog sobat, saia lupa copy alamat blog-nya. setelah saia tanyain mbah google sesuai judul, ternyata nyasar ke sebuah forum. Berarti artikel aslinya dari forum tersebut kali ya?
Semoga artikel Tanpa Sadar, Aku Menolongnya Hidup bermanfaat bagi Anda.
Artikel terkait Tanpa Sadar, Aku Menolongnya Hidup
Sastra
- Fakta-Fakta Seputar Kurikulum 2013
- Coordinating Conjunctions
- Pengertian & Contoh Correlative Conjunction
- Sheila
- “GITAR FLAMBOYAN”
- Menunggu bintang Terang
- +Tanpa Suara+
- Beri Aku Waktu
- Tercipta Untukmu
- Cantik
- Wajah
- #cerpenpeterpan permintaan maafku...?
- cerita sahabat #cerpenpeterpen
- Luna Bukan Kopaja
- num lock
- Sms anak alay sama orang tua
- saya dulu cowok ganteng satu sekolah
- Tagging Nama di Facebook Bisa Berakibat Panjang
- Aku Ingin Mencintai dan Melupakanmu dengan Sederhana
- Seingatku Kita Pernah
- Buka Puasa Saja
- Sahur Kami Saja
- Logika Tak Suka Cinta
- Sajak Di Ujung Telepon
Label:
Sastra
Posting Komentar
TERIMAKASIH KOMENTAR ANDA